Sabtu, 22 Maret 2014

Perkembangan Media Baru dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat
Dewasa ini perkembangan teknologi komunikasi semakin tak terelakkan. Masyarakat mau tak mau harus mampu menerima dan menyaring segala informasi yang ada dan dampak yang diberikan dari perkembangan yang tak terhentikan ini. Peralihan media kini telah memasuki tahap media baru yang memungkinkan terjadinya regenerasi smasyarakat melalui bentuk dimediasi komunikasi. Regenerasi masyarakat merupakan suatu dampak dari media baru  dengan adanya akses internet  yang mampu menciptakan sebuah komunitas baru di dalam masyarkat tanpa perlu memikirkan masalah waktu, letak geografis anggota komunnitas tersebut.
Media baru merupakan sebuah kebaruan yang hubungannya ditujukan dengan transformasi dalam cara-cara individu dapat berhubungan dengan media dan untuk menentukan tempat dan fungsi media ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. Yang merefleksikan komunikasi tanpa batas dan tanpa mengenal batasan geografis. Dengan adanya media baru menciptakan regenerasi masyarakat melalui dimediasi komunikasi seperti televise, radio, Koran, majalah dan internet. Jadi, masyarakat saat ini terbentuk karena dipengaruhi oleh teknologi atau dengan kata lain adanya transformasi masyarakat dari masyarakat yang konvensional menjadi masyarakat virtual. Singkatnya, media baru menciptakan sebuah komunitas virtual yang terbentuk tanpa mengenal batasan waktu dan letak geografis yang mampu mempengaruhi identitas dari masing-masing anggota komunitas virtual sendiri.
Pengaruh yang diberikan media baru belum tentu bisa diterima oleh masyarakat. Media baru memiliki pengaruh positif yaitu menyediakan berbagai informasi dengan cepat dan tidak mengenal batasan geografis, meningkatkan kualitas pendidikan, merangsang masyarakat untuk bertindak aktif dan partisipatif serta mengembangkan ekonomi dengan cara yang baru. Namun, tak selamanya media baru mendatangkan dampak positif kepada masyarakat. Media baru juga memberikan dampak negative seperti propaganda politik dimana suatu kelompok tertentu bisa menanamkan ideologinya kepada masyarakat, mampu merusak tatanan masyarakat dimana masyarakat akan semakin jarang melakukan komunikasi secara langsung, penurunan kualitas pemikiran masyarakat dan kemungkinan hilangnya identitas budaya dan identitas diri seseorang. Tidak semua masyarakat siap untuk menggunakan teknologi apalagi teknologi yang semakin hari semakin canggih. Karena belum tentu semua teknologi yang ada saat ini memberikan implikasi yang positif kepada masyarakat, yang benar-benar mampu dimanfaatkan masyarakat dengan baik. Bisa saja teknologi yang ada dipergunakan untuk suatu kepentingan atau kebutuhan suatu golongan atau institusi tertentu yang kemungkinan besar justru membawa dampak negative bagi masyarakat.
Beberapa ahli telah merumuskan tentang karakteristik media baru yang sekarang ada di masyarakat, salah satunya adalah McQuail (1994: 20-6). Menurutnya, secara umum media baru mendistribusikan pesan secara desentralisasi atau menyeluruh kepada seluruh masyarakat yang disebabkan adanya peningkatan kapasitas yang tersedia berkat adanya satelit pengirim pesan, jaringan kabel dan computer atau internet, peningkatan variasi atau pilihan yang melibatkan masyarakat untuk memilih dan ikut dalam proses komunikasi yang bersifat interaktif. Selain itu, McQuail menekankan karakteristik media baru terdapat dalam konten atau isi pesan yang secara digitalisasi bersifat fleksibel. Fleksibel disini memiliki arti konten pesan yang bersifat digital tadi dapat berubah sewaktu-waktu bergantung pada factor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan menurut Negroponte (1995) menganggap aspek terakhir ini fitur yang paling mendasar, dan digitalisasi baginya dasarnya berarti bahwa isi dari satu medium dapat saling bertukar dengan yang lain. Negroponte lebih menekankan pada bentuk digitalisasi pesan yang interaktif yang mampu menimbulkan minat dan interaksi sesame pengguna.
Perkembangan media memberikan pengaruh terhadap perkembangan masyarakat terutama terhadap komunitas virtual. Perkembangan media sendiri terdiri dari tiga gelombang yaitu:
1.      Gelombang pertama tentang studi masyarakat dan media
Park (1922) tertarik pada peran pers masyarakat mengenai pembentukan identitas antara kelompok-kelompok imigran. Dalam sebuah studi berikutnya ia mengamati bahwa membaca surat kabar itu lebih merupakan karakteristik antara penduduk di kota-kota daripada di daerah pedesaan (Park, 1929). Dengan ini menjelaskan bahwa ada implikasi media terhadap perilaku komunitas karena media mampu mempengaruhi pengelompokan atau pengkategorian identitas dalam sebuah komunitas.
2.      Gelombang kedua tentang komunitas media elektronik
Gelombang ini terjadi sekitar awal tahun 1970-an yang merupakan awal penemuan televise. Peneliti mengungkapkan bahwa dalam masa ini media telah mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat luas serta terciptanya komunitas media. Kadang-kadang komunitas media yang berorientasi dimaksudkan hanya untuk menginformasikan kejadian kepada audiens mereka. Kadang-kadang mereka melangkah lebih jauh dan berusaha untuk memobilisasi warga dalam upaya untuk membawa perubahan dan improvenment. Kadang-kadang tujuan emansipatoris yang tertanam dalam pemrograman stasiun. (Jankowski, 1992:1). Sehingga menurut Prehn (1992) menunjukkan bahwa penggagas komunitas media mengetahui kebutuhan orang yang sering berlebihan dalam mengekspresikan dirinya melalui media.
3.      Gelombang ketiga tentang era internet
Pada masa ini media telah mampu merubah karakter dan menimbulkan komunitas baru yaitu cybersociety. Cybersociety adalah masyarkat yang tercipta dari aktivitas yang terjadi hanya melalui perangkat computer tanpa membutuhkan kontak fisik secara langsung. Akan tetapi sesungguhnya telah terjadi interaksi antar individu, yaitu antar sesama pengguna ruang publik tersebut.
Komunitas virtual tercipta setelah masuknya era internet dalam perkembangan media. Komunitas virtual pertama kali ditemukan oleh Rheingold dalam bukunya The Virtual Community. Homesteading on the Electronic Frontier (2000) memberikan pandangan tersendiri bagaimana hidup seperti bawah dunia cyberspace. Komunitas virtual tercipta karena adanya kesamaan minat sesama anggotanya, misalnya karena kesamaan minat terhadap jejaring sosial seperti twitter, facebook, dll. Kedua, karena adanya kepentingan ditiap diri anggota komunitas. Dan yang terakhir, adanya kepercayaan disetiap anggota padahal anggota komunitas tersebut tidak mengetahui identitas sebenarnya anggota kelompok lain. Bisa saja anggota komunitas virtual tersebut tidak menggunakan identitas aslinya. Di dalam komunitas virtual memiliki tujuan agar dikenal. Dengan kata lain, seorang anggota komunitas virtual yang tidak dikenal akan dikenal oleh anggota lain, sedangkan anggota yang sudah dikenal akan menjadi semakin terkenal.
Permasalahan dalam komunitas virtual adalah masalah identitas dari anggota komunitas tersebut. Apakah anggota tersebut benar-benar menggunakan identitas aslinya atau justru menggunakan identitas buatannya untuk mempertahankan eksistensi dirinya di dalam komunitas virtual. Sejauh ini memang belum ada penelitian menyangkut identitas para anggota komunitas virtual yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari atau karakter sesungguhnya. Namun, yang dikhawatirkan dari anggota komunitas virtual yang terlalu bergantung kepada media adalah masalah kepribadian yang dimiliki oleh anggota komunitas virtual dikhawatirkan akan cenderung kurang atau tidak menjadi kepribadian dirinya sesungguhnya. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya interaksi anggota komunitas virtual dalam kehidupan nyatanya. Sehingga mereka lebih menjadi dirinya sendiri ketika bertemu atau ketika berada dalam komunitas virtualnya.
Mungkinkah relasi dalam komunitas virtual mampu menggantikan relasi dalam komunitas sesungguhnya? Menurut Van Dijk (1998) tidak ada komunitas yang tidak berlandaskan pada sebuah waktu dan tempat yang khusus, tetapi yang masih disajikan secara ketertarikan umum dalam sosial, budaya dan tingkatan mental terhadap kenyataan dari umum untuk ketertarikan tertentu atau aktivitas (1998: 40). Berdasarkan keterangan Van Dijk sudah jelas bahwa relasi komunitas virtual tidak akan pernah bisa menggantikan relasi komunitas sebenarnya karena tidak ada komunitas yang tidak berlandaskan atas dasar waktu, tempat, jumlah anggota, ketertarikan, tujuan dan minat dalam beraktivitas.


Dengan adanya perkembangan media baru yang menciptakan komunitas virtual telah mempengaruhi pengkategorian kelompok, pola pikir dan karakter masyarakat. Permasalahan identitas anggota komunitas virtual juga menjadi pokok pembahasan yang belum dapat terselesaikan sampai saat ini. Anggota komunitas virtual dapat menggunakan identitasnya sesuai dengan kebutuhannya baik dia menggunakan identitas sebenarnya atau membuat identitas buatan agar mereka semakin dikenal dalam komunitas virtual tersebut.

A Bachelor of Communication, a Certified Google Partner and Campaign Manager at DGPro Digital Agency.

0 komentar:

Posting Komentar

Start Work With Me

Contact Us
SILVIA ARIYA MARETA
+6285643137317
Purwokerto, Indonesia