Perkembangan Media Baru dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat
Dewasa
ini perkembangan teknologi komunikasi semakin tak terelakkan. Masyarakat mau
tak mau harus mampu menerima dan menyaring segala informasi yang ada dan dampak
yang diberikan dari perkembangan yang tak terhentikan ini. Peralihan media kini
telah memasuki tahap media baru yang memungkinkan terjadinya regenerasi smasyarakat
melalui bentuk dimediasi komunikasi. Regenerasi masyarakat merupakan suatu
dampak dari media baru dengan adanya
akses internet yang mampu menciptakan
sebuah komunitas baru di dalam masyarkat tanpa perlu memikirkan masalah waktu,
letak geografis anggota komunnitas tersebut.
Media
baru merupakan sebuah kebaruan yang hubungannya ditujukan dengan transformasi
dalam cara-cara individu dapat
berhubungan dengan media dan untuk menentukan tempat dan fungsi media ini dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Yang merefleksikan komunikasi tanpa batas
dan tanpa mengenal batasan geografis. Dengan adanya media baru menciptakan
regenerasi masyarakat melalui dimediasi komunikasi seperti televise, radio,
Koran, majalah dan internet. Jadi, masyarakat saat ini terbentuk karena
dipengaruhi oleh teknologi atau dengan kata lain adanya transformasi masyarakat
dari masyarakat yang konvensional menjadi masyarakat virtual. Singkatnya, media
baru menciptakan sebuah komunitas virtual yang terbentuk tanpa mengenal batasan
waktu dan letak geografis yang mampu mempengaruhi identitas dari masing-masing
anggota komunitas virtual sendiri.
Pengaruh yang diberikan media baru belum tentu bisa
diterima oleh masyarakat. Media baru memiliki pengaruh positif yaitu menyediakan
berbagai informasi dengan cepat dan tidak mengenal batasan geografis,
meningkatkan kualitas pendidikan, merangsang masyarakat untuk bertindak aktif
dan partisipatif serta mengembangkan ekonomi dengan cara yang baru. Namun, tak
selamanya media baru mendatangkan dampak positif kepada masyarakat. Media baru
juga memberikan dampak negative seperti propaganda politik dimana suatu
kelompok tertentu bisa menanamkan ideologinya kepada masyarakat, mampu merusak
tatanan masyarakat dimana masyarakat akan semakin jarang melakukan komunikasi
secara langsung, penurunan kualitas pemikiran masyarakat dan kemungkinan
hilangnya identitas budaya dan identitas diri seseorang. Tidak semua masyarakat
siap untuk menggunakan teknologi apalagi teknologi yang semakin hari semakin
canggih. Karena belum tentu semua teknologi yang ada saat ini memberikan
implikasi yang positif kepada masyarakat, yang benar-benar mampu dimanfaatkan
masyarakat dengan baik. Bisa saja teknologi yang ada dipergunakan untuk suatu
kepentingan atau kebutuhan suatu golongan atau institusi tertentu yang
kemungkinan besar justru membawa dampak negative bagi masyarakat.
Beberapa ahli telah merumuskan tentang karakteristik
media baru yang sekarang ada di masyarakat, salah satunya adalah McQuail (1994:
20-6). Menurutnya, secara umum media baru
mendistribusikan pesan secara desentralisasi atau menyeluruh kepada seluruh
masyarakat yang disebabkan adanya peningkatan kapasitas yang tersedia berkat
adanya satelit pengirim pesan, jaringan kabel dan computer atau internet,
peningkatan variasi atau pilihan yang melibatkan masyarakat untuk memilih dan
ikut dalam proses komunikasi yang bersifat interaktif. Selain itu, McQuail
menekankan karakteristik media baru terdapat dalam konten atau isi pesan yang
secara digitalisasi bersifat fleksibel. Fleksibel disini memiliki arti konten
pesan yang bersifat digital tadi dapat berubah sewaktu-waktu bergantung pada
factor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan menurut Negroponte (1995)
menganggap aspek terakhir ini fitur yang paling mendasar, dan digitalisasi
baginya dasarnya berarti bahwa isi dari satu medium dapat saling bertukar
dengan yang lain. Negroponte lebih menekankan pada bentuk digitalisasi pesan
yang interaktif yang mampu menimbulkan minat dan interaksi sesame pengguna.
Perkembangan media memberikan pengaruh terhadap
perkembangan masyarakat terutama terhadap komunitas virtual. Perkembangan media
sendiri terdiri dari tiga gelombang yaitu:
1. Gelombang pertama tentang studi masyarakat dan media
Park (1922) tertarik pada peran pers
masyarakat mengenai pembentukan identitas antara kelompok-kelompok
imigran. Dalam sebuah studi berikutnya ia mengamati bahwa membaca surat
kabar itu lebih merupakan karakteristik antara penduduk di kota-kota daripada
di daerah pedesaan (Park, 1929). Dengan ini menjelaskan bahwa ada implikasi
media terhadap perilaku komunitas karena media mampu mempengaruhi pengelompokan
atau pengkategorian identitas dalam sebuah komunitas.
2. Gelombang kedua tentang komunitas media
elektronik
Gelombang ini terjadi sekitar awal tahun 1970-an yang
merupakan awal penemuan televise. Peneliti mengungkapkan bahwa dalam masa ini
media telah mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat luas serta terciptanya komunitas media. Kadang-kadang komunitas media yang berorientasi
dimaksudkan hanya untuk menginformasikan kejadian kepada audiens
mereka. Kadang-kadang mereka melangkah lebih jauh dan berusaha untuk
memobilisasi warga dalam upaya untuk membawa perubahan dan
improvenment. Kadang-kadang tujuan emansipatoris yang tertanam dalam
pemrograman stasiun. (Jankowski, 1992:1). Sehingga menurut Prehn
(1992) menunjukkan bahwa penggagas komunitas media mengetahui kebutuhan orang
yang sering berlebihan dalam mengekspresikan dirinya melalui media.
3. Gelombang ketiga tentang era internet
Pada masa ini media telah mampu merubah karakter dan
menimbulkan komunitas baru yaitu cybersociety.
Cybersociety adalah masyarkat yang tercipta dari aktivitas yang terjadi
hanya melalui perangkat computer tanpa membutuhkan kontak fisik secara
langsung. Akan tetapi sesungguhnya telah terjadi interaksi antar individu,
yaitu antar sesama pengguna ruang publik tersebut.
Komunitas
virtual tercipta setelah masuknya era internet dalam perkembangan media.
Komunitas virtual pertama kali ditemukan oleh Rheingold dalam bukunya The Virtual Community. Homesteading on the
Electronic Frontier (2000)
memberikan pandangan tersendiri bagaimana hidup seperti bawah dunia cyberspace. Komunitas virtual tercipta
karena adanya kesamaan minat sesama anggotanya, misalnya karena kesamaan minat
terhadap jejaring sosial seperti twitter, facebook, dll. Kedua, karena adanya
kepentingan ditiap diri anggota komunitas. Dan yang terakhir, adanya kepercayaan
disetiap anggota padahal anggota komunitas tersebut tidak mengetahui identitas
sebenarnya anggota kelompok lain. Bisa saja anggota komunitas virtual tersebut
tidak menggunakan identitas aslinya. Di dalam komunitas virtual memiliki tujuan
agar dikenal. Dengan kata lain, seorang anggota komunitas virtual yang tidak
dikenal akan dikenal oleh anggota lain, sedangkan anggota yang sudah dikenal
akan menjadi semakin terkenal.
Permasalahan dalam komunitas virtual
adalah masalah identitas dari anggota komunitas tersebut. Apakah anggota
tersebut benar-benar menggunakan identitas aslinya atau justru menggunakan
identitas buatannya untuk mempertahankan eksistensi dirinya di dalam komunitas
virtual. Sejauh ini memang belum ada penelitian menyangkut identitas para
anggota komunitas virtual yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari atau karakter
sesungguhnya. Namun, yang dikhawatirkan dari anggota komunitas virtual yang
terlalu bergantung kepada media adalah masalah kepribadian yang dimiliki oleh
anggota komunitas virtual dikhawatirkan akan cenderung kurang atau tidak
menjadi kepribadian dirinya sesungguhnya. Hal tersebut disebabkan karena
kurangnya interaksi anggota komunitas virtual dalam kehidupan nyatanya.
Sehingga mereka lebih menjadi dirinya sendiri ketika bertemu atau ketika berada
dalam komunitas virtualnya.
Mungkinkah relasi dalam komunitas
virtual mampu menggantikan relasi dalam komunitas sesungguhnya? Menurut Van
Dijk (1998) tidak ada komunitas yang tidak berlandaskan pada sebuah waktu dan
tempat yang khusus, tetapi yang masih disajikan secara ketertarikan umum dalam
sosial, budaya dan tingkatan mental terhadap kenyataan dari umum untuk ketertarikan
tertentu atau aktivitas (1998: 40). Berdasarkan keterangan Van Dijk sudah jelas
bahwa relasi komunitas virtual tidak akan pernah bisa menggantikan relasi
komunitas sebenarnya karena tidak ada komunitas yang tidak berlandaskan atas
dasar waktu, tempat, jumlah anggota, ketertarikan, tujuan dan minat dalam
beraktivitas.
Dengan adanya perkembangan media
baru yang menciptakan komunitas virtual telah mempengaruhi pengkategorian
kelompok, pola pikir dan karakter masyarakat. Permasalahan identitas anggota
komunitas virtual juga menjadi pokok pembahasan yang belum dapat terselesaikan
sampai saat ini. Anggota komunitas virtual dapat menggunakan identitasnya
sesuai dengan kebutuhannya baik dia menggunakan identitas sebenarnya atau
membuat identitas buatan agar mereka semakin dikenal dalam komunitas virtual
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar