Laris manisnya Teknologi Karena Budaya
Sudah
bukan rahasia umum lagi jika saat ini teknologi telah merubah perilaku,
kebudayaan bahkan pola pikir masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang
notabenenya adalah masyarakat berkembang. Kemudahan teknologi dan masuknya
kebudayaan dari Negara lain tidak jarang disalahartikan oleh masyarakat
Indonesia. Karena kurangnya kesadaran dari masyarakat Indonesia tentang
pentingnya menyaring informasi atau pun hal-hal baru yang diterima. Hal ini
seolah-olah sudah membudaya didalam diri masyarakat Indonesia sehingga budaya
secara tidak langsung juga mempengaruhi dan mendorong berkembangnya teknologi.
Kali ini
saya akan membahas tentang kaitan cultural
study dengan perkembangan teknologi
komunikasi yang ada di Indonesia. Dengan latar belakang masyarakat Indonesia
yang kebanyakan adalah masyarakat berkembang dan dengan tingkat kesadaran yang
tergolong rendah cocok sebagai objek sebuah penelitian yang berdasar pada cultural study. Mengapa perlu diadakan cultural study dalam mempelajari
teknologi komunikasi? Dan apa sesungguhnya cultural
study tersebut? Semuanya akan saya coba jelaskan dalam esai kali ini.
Mengutip ucapan Hall tentang cultural studies, ”cultural studies is not
and never has been one thing, but that doesn’t not mean that it is anything and
everything” (Hall, 1990: 11). Cultural study sejatinya melihat sesuatu hal yang berkaitan dengan
teknologi tidak hanya dari satu sisi tetapi dari sudut pandang lain yang
memiliki keterkaitan lain dengan teknologi. Bagaimana suatu teknologi mampu
mempengaruhi dan merubah pola kehidupan seseorang atau bahkan suatu masyarakat.
Karena teknologi bukan hanya sekedar perangkat, teknik, dan
sistem yang biasa kita mengerti sebagai teknologi tapi juga
memiliki suatu tujuan tertentu yang akan ditenun
menjadi sebuah tekstur eksistensi sehari – hari.
Cultural studies adalah
mengenai hal-hal interdisiplin, transdisiplin, dan kadang antar disiplin.
(1992: 4). Cultural studies melakukan
study tentang segala bentuk seni, kepercayaan, institusi dan praktek
komunikatif di dalam masyarakat. (1992: 4). Cultural
studies secara sederhana tidak hanya sebagai sebuah catatan-catatan tentang
perubahan budaya melainkan sebagai sebuah intervensi di dalamnya (1992: 5). Dengan
kata lain, cultural studies tidak
hanya mencatat perubahan yang ada seperti imitasi yang dilakukan oleh anak muda
tetapi meneliti lebih dalam tentang bagaimana pengalaman seseorang tentang
suatu hal, terutama teknologi dapat merubah mereka. Bukan tentang apa yang
merubah mereka melainkan bagaimana hal tersebut mampu merubah mereka.
Teknologi
saat ini juga tidak luput dari penelitian cultural
studies karena teknologi dapat berkembang di suatu masyarakat tidak
terlepas dari adanya dorongan kebudayaan masyarakat itu sendiri sehingga
memperkuat kehadiran teknologi di dalam masyarakat. Teknologi menjadi bagian tak terhapuskan dari budaya modern.
(Winner, 1986:12), mustahil jika diantara teknologi dan kebudayaan tidak saling
mempengaruhi satu sama lain, keduanya terefleksikan dari budaya dan kondisi
perkembangan budaya yang lebih lanjut.
Contoh nyata
yang ada disekitar kita adalah mudahnya teknologi atau bahkan kebudayaan dari Negara
lain masuk ke dalam keseharian masyarakat dan diterima bahkan seolah-olah
menjadi kebutuhan serta kewajiban yang harus dimiliki oleh orang Indonesia. Bisa
kita lihat dari banyaknya pengguna jejaring sosial di Indonesia dan Indonesia
menjadi pasar utama penjualan gadget, terutama Blackberry. Seperti yang kita
tahu, di pasaran luar negeri Blackberry hampir tidak bisa bersaing dengan merk
dagang yang sudah tenar seperti Samsung, apple, HTC dan lain sebagianya. Tapi di
Indonesia, smartphone ini justru laris manis dan bahkan seperti sebuah virus di
masyarakat terutama remaja. Ibarat kata, barangsiapa yang tidak menggunakan
Blackberry dan memiliki akun jejaring sosial adalah seseorang yang tidak gaul
dan ketinggalan zaman. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan produsen, tetapi
kita juga perlu melihat sisi masyarakat Indonesia yang pada dasarnya terbuka
dan mudah dipengaruhi.
Pemikiran
tersebut sebenarnya sudah membudaya sejak dahulu, dimana masyarakat Indonesia
memang ramah dan mau menerima sesuatu yang baru, mau mencoba tetapi sayangnya
orang Indonesia mudah terpengaruh. Hal itu juga berkaitan dengan sebagian
masyarakat Indonesia yang mayoritas agraris dengan pendidikan menengah ke bawah
membuat mereka mudah dipengaruhi dan mudah menyerap apa yang mereka dilihat
atau dengar. Tentu saja hal ini tidak jauh dengan kebiasaan orang Indonesia
terutama orang Jawa yang suka berbagi cerita, dengan kebiasaan saling cerita
tadi, mereka lebih suka mendengar dan mempercayai informasi yang mereka
dapatkan daripada menyaringnya dan mencari kebenaran tentang hal tersebut.
Kebudayaan
tadi juga secara tidak langsung tertanam pada generasi selanjutnya dan
berdampak pada pemilihan teknologi bahkan pandangan mereka terhadap teknologi. Ketika
masyarakat Indonesia mendengar tentang kemutakhiran BBM atau Blackbery
Messenger, masyarakat berbondong-bondong untuk memilikinya dan menggunakannya. Tanpa
mereka ketahui bahwa di luar negeri seperti Amerika dan Inggris, Blackberry
sudah tidak digunakan lagi oleh masyarakat disana karena rentan diretas atau
di-hack.. Begitu juga yang terjadi
pada jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Path yang sukses mendapatkan
peringkat 5 besar dengan pengakses terbanyak di dunia.
Dari contoh
di atas dapat dilihat juga bagaimana teknologi tidak hanya mempengaruhi tingkah
laku tetapi juga kehidupan di sekitar kita baik secara sosial ekonomi, dan
politik. Itu mengapa cultural studies mempelajari
pengaruh teknologi dengan topic bahasan utamanya adalah perubahan yang terjadi
di dalam ekonomi, politik, identitas, space dan gender terkait dengan adanya
teknologi.
Pengalaman
seseorang memanfaatkan teknologi menimbulkan sebuah perubahan yang tidak hanya
terjadi di suatu bidang melainkan mempengaruhi bidang yang lain. Dengan adanya
teknologi kegiatan perekonomian menjadi lebih mudah, efisien dan tidak memakan
banyak waktu. Tetapi dengan adanya teknologi kegiatan jual beli secara langsung
seperti di pasar tradisional seolah-olah hilang dimakan terobosan online
shopping. Dari sisi gender, dulu yang dianggap mampu memanfaatkan teknologi
hanya kaum laki-laki tapi kini kaum wanita juga mampu memanfaatkan teknologi. Dari
sisi budaya segi gender hanya sebatas masalah jenis kelamin. Seorang bisa saja
mengaku jenis kelaminnya perempuan atau laki-laki hanya untuk sebuah
identitasnya di dunia maya. Identitas seseorang di dunia maya dan dunia nyata
juga bisa dipertanyakan karena kini bisa saja seseorang memiliki sisi
kepribadian berbeda baik di dunia nyata maupun maya. Dari sisi space,
orang-orang mungkin bebas berekspresi di dunia maya dibandingkan di dunia
nyata.
Diperlukan
sebuah upaya untuk meningkatkan kecerdasan dan kesadaran masyarakat Indonesia
dalam memanfaatkan dan menggunakan teknologi. Harus ada sebuah keterbukaan atau
literasi media yang dimiliki masyarakat sehingga mereka mampu menyaring
informasi dan hal-hal yang baru tanpa harus meninggalkan budaya yang ada. Banyaknya
perubahan yang bisa dilihat dari sisi budaya dari adanya teknologi tidak serta
merta kita harus menolak teknologi yang ada. Hanya saja kita harus bisa
bersikap bijak dan cerdas dalam memanfaatkan teknologi yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar